DESEMBER
Pikiran seperti apa yang paling menakutkan, selain fikiran menerka-nerka?
Dan aku selalu berada di situasi itu. Mengira di cinta, mengira tak di cinta.
Mengira di harapkan, mengira tak di harapkan
Saat dikira dicintaimu, kepercayaan diri seperti apa yang ku simpan di
hatiku hingga berfikir kau mencintaiku? tak ada, selain bahwa aku mencintaimu.
Sebab jika cinta – harus – beralasan, sungguh bahkan aku tak menemukan sesuatu
di diriku yang kufikir membuatmu menjatuh cintaiku. Lantas, salahkah bila
akhirnya di saat-saat tertentu aku berfikir manakah mungkin kau mencintaiku?,
sedang sesering waktu di saat ingin ku utarakan tanya dan membuka
percakapan-percakapan perihal kita. Entah, seberapa besar usahaku itu, sebesar
itu kau -sepertinya- sedang mengatur jarak denganku.
Sedemikian mengerikannya menerka-nerka itu, ahh bagaimana jika salah
terka-ku?
Untuk banyak hal yang telah ku lewati di perjalananku untuk meyakinkanmu,
terimakasih. Telah tanpa sengaja hadir di hidupku dan membuatku berjuang untuk
suatu hal yang dulu tak pernah kubayangkan, mencintai perempuan sebegininya.
Jika saja kuceritakan kepada entah siapa kisah cinta ini, kupastikan mereka
akan berfikir aku sedikit gila, sebab mencintai seseorang yang tak pernah ku
paham cara mengerti isi hatinya. Tanpa mereka tau, akan betapa gilanya aku jika
mencoba berhenti.
Karena bahkan akupun begitu sering bertanya-tanya, sejauh inikah cinta itu
berperan? Yang membuatku tak pernah merasakan detak jantung apapun seirama
seperti ketika jatuh cinta padamu. Dan tak pernah ada yang bisa melukaiku
dengan rasa sesakit seperti ketika kemarin kau memintaku berhenti mencintaimu.
Maka jika bagimu perasaan-perasaan yang kulewati ini tak seberapa. Benar, ku
akui aku belum cukup miliki pengorbanan untuk membuktikan cintaku. Hanya saja,
semoga panjangnya waktu yang telah terlewati, tidak membuatmu berfikir bahwa
aku sedang membercandai hidupku pun hidupmu.
Sebab seperti ada yang di tarik paksa dari hatiku, kebahagiaan.
Entah perasaanku saja, pelan dan begitu terasa di sensitifnya rasaku seolah
kau membuat jarak denganku, tak lagi hanya di raga tapi juga di hatimu. Itu,
sungguh merampas bahagiaku. Maka tak ada yang bisa menjelaskan, akan bagaimana
hatiku jika kita merentang jarak sekali lagi. —
Demi yang tak bisa aku sampaikan, demi yang aku simpan sendiri, demi yang
sungkan aku keluhkan, demi yang aku perjuangankan seorang, demi yang aku titip
melalui doaku, demi yang aku taruh harapan kan berbalas, ialah RINDU. Bolehkah Tuhan, ia menjelma bahagia saja? Tidak harus
seluka ini, agar ku bisa memastikan jikalau lah dia sedang merindukan
seseorang, dia akan baik-baik saja.
Untuk rindu yang sering menepuk angin, yang tak pernah bisa terbiasa oleh
pedihnya pengabaian. yang meski juta kali tertimpa, rasanya tetap saja sama.
Tuhan, inikah cinta yang tak ubahnya ku sebut bertahan, maka ampuniku bila di
lamanya waktu berjalan aku masih saja mengetuk pintu yang sama. Untuk ini,
mohon bisikkan pula maaf ku padanya, untuk lagi-lagi mengusiknya.
Untuk rindu yang mungkin salah alamat, yang ku kukuh menyebut itulah rumah
tuju terakhir, yang meski pintunya tetap abu abu, aku masih saja di sana.
Tuhan, inikah cinta yang tak ubahnya ku sebut perjuangan, maka sungguh ku pinta
jangan biarkan ku berbalik dan berputus asa dari berharap hanya pada-Mu.
Untuk itu, mohon sampaikan pula kekerasan kepalaku, untuk aku yang takkan ingin
menyerah.
***
Adalah kau yang ku tulis di ingatanku, di doa-doaku, Senja ~
Adalah kau yang ku tulis di ingatanku, di doa-doaku, Senja ~
Sepertinya Desember punya nyanyiannya sendiri, kesedihan. Atau ini bukan
tentang sekedar Desember? Bukankah di ruang ini memanglah menuliskan kesedihan?
Maka jika Desember selalu memiliki
cerita sedih yang lebih, seharusnya bila Desember berakhir, kesedihan itu
berakhir juga.
Mungkin bukan kesedihan, hanya saja kebahagiaan yang ditundakan. Mari tetap
tersenyummm
Kelak, entah di suatu waktu nanti. saat mungkin saja aku terluka dan di saat
kata dan lisan ku berucap “aku baik-baik saja” sedang seluruh yang ada di dunia
tak mempercayaiku, maukah kau saja yang mempercayaiku?
***
Bahagiamu, bahagiaku. Cukup kau bahagia, maka luka ku akan baik-baik saja :’)
Bahagiamu, bahagiaku. Cukup kau bahagia, maka luka ku akan baik-baik saja :’)
0 komentar:
Posting Komentar